Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesetuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.
Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan Pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi serta menumbuhkan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan Pemerintah saling menunjang, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Sebagai warga negara Indonesia, kedudukan, hak, kewajiban, dan peran serta penyandang disabilitas adalah sama dengan warga negara lainnya. Oleh karena itu, peningkatan peran para penyandang disabilitas dalam pembangunan dalam pembangunan nasional sangat penting untuk mendapat perhatian dan didayagunakan sebagaimana mestinya.
Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang disabilitas telah dilakukan melalui berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu yang mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas dan angkutan jalan, perkeretaapian, pelayaran, penerbangan, dan kepabeanan.
Namun demikian, upaya perlindungan saja belumlah memadai; dengan pertimbangan bahwa jumlah penyandang disabilitas akan meningkat pada masa yang akan datang, masih diperlukan lagi sarana dan upaya lain terutama dengan penyediaan sarana untuk memperoleh kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, khususnya dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Yang dimaksud dengan kesejahteraan social dalam Undang-undang ini adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan mengenai kedudukan, hak, dan kewajiban warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945, perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih memadai, terpadu, dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang disabilitas .
Kesempatan untuk mendapatkan kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban bagi penyandang disabilitas hanya dapat diwujudkan jika tersedia aksebilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang disabilitas untuk mencapai kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sehingga perlu diadakan upaya penyediaan aksebilitas bagi penyandang disabilitas. Dengan upaya dimaksud, diharapkan penyandang disabilitas dapat berintegrasi secara total dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya serta meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas pada khususnya.
Penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang antara lain dilaksanakan melalui kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang disabilitas sendiri.
Oleh karena itu diharapkan semua unsur tersebut berperan aktif untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan tersebut diharapkan para penyandang disabilitas dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat.
Kesamaan kesempatan dilaksanakan melalui penyediaan aksebilitas baik oleh Pemerintah maupun masyarakat, yang dalam pelaksanaannya disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap keberadaan penyandang disabilitas, yang merupakan unsur penting dalam rangka pemberdayaan penyandang disabilitas.
Penjelasan dari pembangunan Nasional tersebut jelas memperhatikan tingkat kebutuhan setiap warga yang tak lepas dari sisi material dan spiritualnya. Tak terkecuali para penyandang disabilitas yang baru-baru ini memang telah mengubah terminology kebahasaan dari “penyandang cacat” menjadi “penyandang disabilitas” Berupaya untuk memenuhi semua sisi kebutuhannya tersebut secara selaras dan seimbang.
Salahsatu pemenuhan kebutuhan spiritual setiap warga Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, adalah penguasaan kandungan tiap-tiap ayat suci dari masing-masing kitab suci yang dimiliki tiap-tiap umat beragama. Warga Negara muslim Indonesia memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan menjadikan Alquran dan sunah sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Begitupun dengan salahsatu golongan penyandang disabilitas dari para penyandang tunanetra. Kebutuhan untuk memiliki Alquran dalam bentuk huruf arab Braille, sepertinya takkan pernah usai dari tahun ketahun, seperti yang telah dikatakan bahwa penyandang disabilitas akan terus meningkat kwantitasnya.
Saat ini tiga juta dari enam juta penyandang disabilitas adalah penyandang tunanetra. Dan dua jutanya adalah umat muslim. pengadaan Alquran Braille baru bisa dicetak oleh tak lebih dari lima percetakan saja di Indonesia,
Sedangkan kebutuhan pengadaan Alquran ini semakin meningkat dari hari keharinya. Umat muslim Indonesia akan sangat mudah mendapat Alquran berbagai ukuran yang mereka inginkan melalui toko-toko dan tempat-tempat yang mudah dijangkau.
Untuk para tunanetra muslim, pembelian Alquran Braille tak bisa langsung didapat seketika itu dikarenakan pekerja percetakan membutuhkan waktu tak sebentar untuk mencetak satu set (30 juz) Alquran dalam huruf arab Braille.
Program LSM Ummimaktum Voice rentang waktu 2011-2015 ini adalah pendistribusian 10.000 set Alquran Braille untuk para tunanetra muslim di Indonesia, dengan sebelumnya dari tahun 2006 telah mendistribusikan sejumlah 4000 set Alquran Braille pada sejumlah wilayah.
Tentu saja, dalam pelaksanaannya, program ini harus mendapat dukungan dari berbagai aspek seperti lembaga pemerintah, masyarakat dan para tunanetra itu sendiri. Pelaksanaan program ini dimaksudkan tiada lain adalah sebagai bentuk empati dari beberapa gelintir orang yang punya rasa tanggungjawab terhadap pembangunan negaranya, dan kewajiban manusia menjalankan agamanya.
Bentuk empati ini akan semakin terwujud pabila semua kalangan turut dalam pelaksanaan program ini, sehingga tujuan dari pembangunan nasional dapat diselenggarakan oleh semua pihak, tanpa terkecuali warga Negara Indonesia dengan disabilitas.